
mengajarmerdeka.id – Pagi itu, Bu Maria memasuki kelas 1 SD dengan senyum lebar. Hari ini ia tidak hanya mengajar doa pagi, tetapi juga ingin anak-anak memahami makna syukur secara mendalam. Ia tahu, jika hanya menghafal, siswa cepat lupa. Tapi jika siswa mengalaminya, pelajaran akan tinggal di hati mereka.
Itulah mengapa Bu Maria menggunakan modul ajar berbasis deep learning untuk Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Pendekatan ini membuat pelajaran bukan sekadar hafalan, tapi menjadi pengalaman hidup yang membentuk karakter anak sejak dini.
Deep learning di sini bukan teknologi AI seperti yang biasa kita dengar, melainkan pendekatan pembelajaran mendalam yang menekankan pemahaman konsep, nilai, dan penghayatan iman.
Dalam konteks Pendidikan Agama Katolik dan BP, deep learning mengajak siswa untuk:
Menurut penelitian Biggs & Tang (2011), pembelajaran yang bermakna meningkatkan retensi materi hingga 70% lebih lama dibanding hafalan biasa.
Modul ajar deep learning untuk kelas 1 dapat memuat komponen berikut:
Siswa mampu menunjukkan rasa syukur atas ciptaan Tuhan melalui doa, lagu, dan tindakan sederhana.
Bu Maria memulai dengan storytelling tentang ciptaan Tuhan: langit biru, pohon rindang, dan hewan yang lucu. Ia membawa daun, bunga, dan gambar binatang ke kelas. Anak-anak tersenyum, bahkan ada yang memeluk daun karena wangi.
Setelah cerita, ia bertanya, “Siapa yang mau mengucapkan terima kasih kepada Tuhan hari ini?” Satu per satu siswa maju, mengucapkan doa syukur dengan kata-kata sendiri.
Akhirnya, siswa menggambar hal-hal yang mereka syukuri. Ada gambar matahari, rumah, dan keluarga. Bu Maria menempelkan semua gambar di papan “Taman Syukur” kelas.
1. Kontekstualisasi
Hubungkan pelajaran dengan kehidupan siswa. Misalnya, rasa syukur saat makan bersama keluarga.
2. Refleksi
Berikan waktu siswa untuk merenung dan menulis atau menggambar perasaan mereka.
3. Kolaborasi
Gunakan kerja kelompok agar siswa belajar saling menghargai.
4. Aksi Nyata
Dorong siswa untuk melakukan tindakan nyata seperti merapikan mainan atau membantu teman.
Menurut penelitian Hattie (2018), strategi refleksi dan kolaborasi memiliki efek ukuran 0,79 terhadap hasil belajar jauh di atas rata-rata (0,4). Artinya, strategi ini sangat berpengaruh pada pembelajaran jangka panjang.
Untuk pendidikan karakter, penelitian Lickona (1991) menunjukkan bahwa nilai-nilai moral lebih mudah tertanam jika dipraktikkan langsung dalam kegiatan nyata.
Kegiatan | Tujuan | Media |
---|---|---|
Storytelling kisah penciptaan | Memahami makna syukur | Gambar ciptaan Tuhan |
Doa syukur bersama | Mengungkapkan rasa syukur | Buku doa, musik lembut |
Menggambar hal yang disyukuri | Menginternalisasi nilai | Kertas, krayon |
Menyanyi lagu rohani | Menumbuhkan kegembiraan iman | Speaker, musik lagu |
Untuk mempermudah pekerjaan anda, di sini kami lampirkan contoh Modul ajar Deep Learning Pendidikan Agama Katolik dan BP kelas 1 SD Kurikulum Merdeka. Untuk mendapatkan atau mengunduhnya, silahkan ikuti tautan yang tersedia di bawah ini:
1. Apa perbedaan modul ajar biasa dan deep learning?
Modul ajar biasa fokus pada transfer pengetahuan, sedangkan deep learning menekankan pengalaman, refleksi, dan penerapan nilai dalam kehidupan nyata.
2. Apakah strategi ini cocok untuk semua siswa kelas 1?
Ya, karena disesuaikan dengan perkembangan kognitif dan emosional mereka.
3. Bagaimana jika ada siswa non-Katolik di kelas?
Kegiatan bisa difokuskan pada nilai universal seperti syukur, kasih, dan persahabatan.
4. Apakah deep learning butuh waktu lebih lama?
Ya, tetapi hasilnya lebih tahan lama dan bermakna.
5. Bagaimana mengukur keberhasilan modul ajar ini?
Gunakan asesmen formatif seperti observasi perilaku, refleksi siswa, dan portofolio karya.
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk kelas 1 SD/MI adalah alat yang ampuh membentuk iman dan karakter sejak dini.
Dengan strategi kontekstual, reflektif, kolaboratif, dan berbasis aksi, siswa tidak hanya tahu apa yang diajarkan, tetapi juga menghayatinya.
Dengan pendekatan ini, kelas agama Katolik menjadi ruang yang hidup, penuh cerita, dan bermakna — seperti yang dialami Bu Maria dan murid-muridnya setiap minggu.