
mengajarmerdeka.id – Kita semua ingat kelas Prakarya, kan? Aroma kayu yang baru dipotong, tekstur benang makrame yang kasar, atau rasa bangga saat kreasi pertama kita selesai. Namun, pernahkah Anda membayangkan bahwa di antara gunting, lem, dan bahan alam itu, terselip potensi untuk mengajarkan sesuatu yang jauh lebih besar: masa depan itu sendiri?
Inilah cerita tentang Deep Learning cabang dari kecerdasan buatan (AI) yang meniru cara kerja otak manusia dan bagaimana ia masuk ke kelas Prakarya SMP dan SMA, mengubah pelajaran kerajinan tangan menjadi laboratorium inovasi.
Guru-guru di era Kurikulum Merdeka tidak hanya ingin siswanya terampil membuat, tetapi juga terampil berpikir dan menciptakan solusi. Di sinilah Modul Ajar Deep Learning Prakarya menjadi jembatan ajaib itu.
Untuk mendapatkan contoh Modul Ajar Deep Learning Prakarya SMP dan SMA, silahkan melalui tautan yang kami sediakan di bawah ini:
Pertanyaan yang sering muncul di benak guru adalah: “Apa hubungannya AI canggih dengan membuat kerajinan dari botol plastik bekas?”
Jawabannya terletak pada esensi Kurikulum Merdeka dan filosofi Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) itu sendiri, yang dalam konteks pendidikan, berarti melampaui hafalan menuju pemahaman konseptual dan aplikasi dunia nyata.
Secara ilmiah, deep learning adalah fondasi dari hampir semua inovasi digital saat ini: pengenalan wajah, mobil tanpa pengemudi, bahkan sistem rekomendasi di platform video kesukaan Anda.
Jika siswa ingin menjadi problem solver di masa depan, mereka harus memahami cara kerja logika di baliknya. Mata pelajaran Prakarya, yang fokus pada kreativitas, proses, dan produk, menawarkan lahan subur untuk hal ini.
Bayangkan skenario ini: Siswa SMP membuat kreasi keramik. Dengan modul ajar ini, mereka tidak hanya diajarkan teknik memahat, tetapi juga cara melatih model Convolutional Neural Network (CNN) salah satu algoritma deep learning menggunakan foto-foto keramik buatan mereka sendiri.
Tujuannya? Menciptakan sistem yang bisa mengklasifikasikan keramik mana yang ‘cacat’ atau ‘sempurna’ berdasarkan pola dan tekstur, persis seperti kontrol kualitas di pabrik modern.
Ini bukan tentang membuat siswa menjadi programmer, melainkan menanamkan Literasi ICT dan Berpikir Kritis (sesuai dimensi Profil Pelajar Pancasila) melalui kegiatan yang konkret dan bermakna.
Mereka menggunakan kerajinan mereka sebagai data point yang diolah oleh AI, membuat koneksi antara dunia digital dan produk fisik. Data ilmiah menunjukkan bahwa integrasi teknologi kontekstual semacam ini secara signifikan meningkatkan motivasi intrinsik dan kemampuan transfer pengetahuan siswa.
Sebuah modul ajar yang berkualitas di Kurikulum Merdeka harus lebih dari sekadar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diperpanjang; ia harus menjadi peta jalan yang terperinci dan fleksibel.
Bagian ini harus mencakup identitas modul, alokasi waktu (biasanya dalam jam pelajaran/JP), dan ringkasan Capaian Pembelajaran dan Tujuan Pembelajaran yang sangat spesifik. Dalam konteks DL Prakarya, tujuan harus selalu mengaitkan keterampilan fisik (making) dengan pemahaman konseptual AI (thinking).
Contoh Tujuan Pembelajaran:
Inilah jantung dari modul, di mana cerita pembelajaran berlangsung. Kita harus menggunakan kalimat aktif untuk menggambarkan langkah-langkah yang menantang siswa beraksi.
Sebelum masuk ke materi inti, guru perlu melemparkan umpan pancing yang kuat. Ini adalah kesempatan untuk menerapkan LSI: kita menghubungkan kerajinan dengan konsep AI melalui pertanyaan yang relevan.
Gunakan metode proyek kolaboratif yang mengintegrasikan pembuatan fisik dan implementasi digital.
Asesmen tidak hanya menilai hasil kerajinan, tetapi juga process dan reflection.
Mari kita saksikan kisah imajinatif Rina, siswi SMA kelas XI di sebuah sekolah di pinggiran kota. Rina selalu merasa pelajaran Prakarya hanya membuang waktu, jauh dari cita-citanya menjadi data analyst. Suatu hari, Modul Ajar Deep Learning Prakarya tentang kerajinan limbah B3 diperkenalkan.
Proyeknya adalah: Membuat dan mengklasifikasikan limbah elektronik kecil menjadi kategori yang dapat didaur ulang.
Rina dan kelompoknya tidak hanya belajar membongkar, membersihkan, dan mengelompokkan komponen (keterampilan motorik halus), tetapi juga melatih model AI untuk mengenali komponen-komponen tersebut dari foto dengan akurasi 95%.
Rina menggunakan pengetahuannya tentang data untuk mengidentifikasi “bias” dalam pelatihan modelnya: ternyata, model AI-nya kesulitan mengenali komponen yang sangat kotor atau berkarat. Ini memicu refleksi kritis: “Jika data yang kita masukkan jelek, hasil AI-nya juga jelek. Kerajinan yang baik harus dimulai dari bahan baku yang terstandar.”
Rina akhirnya menyadari bahwa AI bukanlah sekadar kode di layar, melainkan sebuah alat refleksi yang memperkuat proses penciptaan di dunia nyata. Rasa bangga Rina melampaui produk daur ulang yang ia buat; ia telah berhasil mengawinkan kerajinan tangan kuno dengan teknologi masa depan.
Modul Ajar Deep Learning ini telah mengubah persepsi Rina: ia tidak lagi hanya melihat botol plastik sebagai sampah, tetapi sebagai sumber data dan peluang inovasi.
Mengadopsi Modul Ajar Deep Learning Prakarya tentu memiliki tantangan:
Banyak sekolah, terutama di daerah, masih menghadapi keterbatasan perangkat keras dan internet.
Solusi Praktis: Guru dapat menggunakan aplikasi yang ringan dan berbasis web seperti Google Teachable Machine, yang tidak memerlukan coding berat atau GPU yang mahal.
Fokus proyek adalah pada konsep (pengumpulan data, pelatihan, pengujian) alih-alih pada kompleksitas algoritma. Kolaborasi dengan laboratorium komputer atau penggunaan smartphone pribadi siswa dapat menjadi alternatif yang efektif.
Guru Prakarya mungkin merasa gaptek atau kurang percaya diri dalam mengajarkan konsep AI.
Solusi Praktis: Pelatihan guru harus berfokus pada Prompt Engineering dan pemanfaatan tools AI untuk efisiensi administratif (misalnya, menggunakan ChatGPT untuk menghasilkan ide asesmen formatif yang adaptif, sesuai dengan salah satu manfaat deep learning dalam pendidikan).
Guru tidak perlu menjadi ahli AI, mereka hanya perlu menjadi fasilitator yang mahir dalam mengajukan pertanyaan reflektif.
Deep Learning dalam konteks pendidikan di Kurikulum Merdeka adalah tentang pendekatan yang memuliakan, yaitu menciptakan pengalaman belajar yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
Modul Ajar Deep Learning Prakarya memastikan bahwa siswa tidak hanya menguasai keterampilan membuat (kinestetik), tetapi juga memahami konsep di baliknya (intelektual), menghargai proses (estetika), dan bekerja sama secara etis (etika sosial).
Pada akhirnya, modul ajar ini mewujudkan misi pendidikan yang sesungguhnya: mempersiapkan pelajar Indonesia untuk menjadi manusia yang kreatif, kritis, dan mandiri mampu menciptakan produk yang tidak hanya indah secara fisik, tetapi juga cerdas secara digital.
Dengan mengintegrasikan Deep Learning ke dalam kerajinan tangan, kita mengubah kelas Prakarya menjadi pabrik pencipta masa depan.
Nama asli saya Supriyadi dan populer Supriyadi Pro. Saya seorang Expert wordpress developer freelancer, content writer, editor. Memiliki minat besar pada dunia teknologi, sains, seni budaya, social media, dan blogging. Saya kelahiran suku Jawa, di Wonogiri, Jawa Tengah yang ahli bahasa Jawa dan seni gamelan. Silahkan hubungi saya lewat laman yang telah disediakan atau kunjungi website profil saya di https://supriyadipro.com